Minggu, 22 Maret 2015

Expert ? Apa itu Expert ? Be the Expert!



Tak ada kerjaan di kantor, iseng-iseng aku search di google apa sih arti kata "Expert" itu, dan inilah hasilnya yang aku temukan.
Semoga teman yang belum mengerti juga boleh memahaminya.

Sebelum betul-betul mengenal istilah expert ini, saya menganggap bahwa istilah profesional adalah gelar paling prestisius bagi kualitas kinerja seseorang. Seorang profesional, entah itu dokter, guru, seniman, karyawan, konsultan, pengusaha, pejabat publik, dan sebagainya, adalah mereka yang mampu melakukan dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan dengan hasil yang berkualitas. Bagi saya, digelari seorang rofesional adalah kebanggaan tersendiri. Itu dulu.
Namun, pengertian lain dari seorang profesional ialah: mengharuskan adanya bayaran untuk melakukannya. Dengan kata lain, seorang profesional akan bekerja sesuai dengan ‘tarif’. Seorang dokter akan memberikan resep dan pengobatan yang sesuai dengan kemampuan pasien untuk membayar. Seorang pelukis akan membuat lukisan sesuai dengan harga jual. Seorang pengembang pun akan membangun rumah dengan material seadanya untuk perumahan rakyat, dan material yang bagus untuk kondominium berkelas. Bagi profesional, semua ada harganya. Mungkin sifat profesional inilah yang dimiliki sebagian besar pejabat publik kita. Dia akan melayani masyarakat kelas atas dengan lebih baik, dibanding masyarakat miskin tak berpendidikan.
Sifat inilah yang, sadar atau tidak, membatasi seorang profesional untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Kemampuan terbaiknya hanya dia keluarkan untuk harga yang ‘pantas’. Celakanya, jika dia lebih banyak melayani ‘kelas ekonomi’, maka kemampuan terbaiknya pun jarang diasah. Lambat laun, sifat profesional ini mengkerutkan potensi terbaik seseorang.
Tentu, saya menulis topik ini bukan dalam konteks mengulas apa itu profesionalitas di dalam pekerjaan. Saya sendiri mungkin belum layak disebut profesional di dalam pekerjaan saya sekarang ini. Saya bermaksud mengulas sifat profesional ini, untuk ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Saya ingin membandingkan sifat seorang profesional dan sifat seorang expert di dalam kehidupan. Untuk hal ini, saya mengacu pada salah satu buku koleksi saya di rumah: “Kubik Leadership”.
Berbeda dengan seorang profesional yang selalu bekerja sesuai ‘tarif’, seorang expert adalah seorang yang selalu bekerja dengan kemampuan terbaiknya, meskipun, bisa jadi, bayarannya tidak sesuai. Tentu, di dalam kehidupan ini, ‘bayaran’ tidak selalu identik dengan uang. Bisa jadi berupa penghargaan, perhatian, pengakuan, ucapan terima kasih, kebaikan atau kasih sayang, dan sebagainya.
Seorang karyawan yang expert akan bekerja dengan kemampuan terbaiknya, meskipun gajinya sangat minim. Seorang dokter yang expert selalu memberikan diagnosa dan resep terbaik pada pasiennya, meskipun tarifnya rendah. Seorang penyanyi akan memberikan suara terbaiknya, meskipun hanya manggung di jalanan untuk keperluan konser amal. Seorang anak yang expert akan selalu berbakti dengan tulus kepada orang tuanya, meskipun bisa jadi dia bukan anak emas di dalam keluarga. Seorang pejabat publik yang expert akan selalu memberikan layanan terbaiknya kepada masyarakat terbawah sekalipun. Dan sebagainya. Di mana pun, dalam posisi apa pun, dengan ‘harga’ berapapun, seorang expert akan selalu memberikan kemampuan terbaiknya, bagi orang-orang yang dilayaninya.
Kelihatannya ini memang sulit dilakukan, bagi orang-orang yang terbiasa hidup dengan paradigma profesional. Mana mungkin, naik bus AC dengan tarif metromini? Mana mungkin, seorang office boy memiliki dedikasi setinggi direktur utama di dalam bekerja? Mana mungkin, rumah sakit melayani pasien yang berobat gratis di ruang VVIP? Mana mungkin, seorang anak tiri yang ditelantarkan, kemudian berbakti dengan tulus pada orang tuanya? Mana mungkin, seorang warga yang dikucilkan, akan mengabdi pada masyarakat setempat dengan tulus ikhlas? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari paradigma profesionalitas.
Di manakah kita bisa menemukan kualitas pribadi yang semacam ini? Harapannya, kita tidak mencari orang yang memiliki sifat expert ini di mana-mana, melainkan di dalam diri kita sendiri. Saya berharap, saya pun bisa demikian. Mari kita tatap tahun 2010, serta tahun-tahun mendatang, dengan sifat seorang expert: selalu memberikan kemampuan terbaik kita!


Senin, 16 Maret 2015

Cinta Itu Tidak Sesederhana yang Dibayangkan

Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami istri berlari menuju ke sekoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap nanar kepadanya, sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum sekoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.
Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, “Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”
Sebagian besar murid-murid itu menjawab, “Aku benci kamu!” “Kamu sangat menyebalkan!!” “Kamu egois!” “Nggak tau malu!”
Tapi guru itu kemudian menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam saja itu menjawab. Kata si murid, “Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik’”.
Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Murid itu menggeleng. “Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”
Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar.”
Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian.
Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu, “Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”
Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam.
Guru itu tahu bahwa murid-murid sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita sering pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti.
Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.
Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.
Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.
Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.
Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.
Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya...